Bagaimana Penggunaan Bahasa Yang Tidak Memberikan Manfaat Bagi Sebuah Pemikiran Seseorang?
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di dalamnya, yaitu segala sesuatu yang mampu termuat dalam pemahaman manusia. bahasa juga media manusia untuk berpikir pada objek-objek yang faktual. Pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu. Misalnya dunia mental orang indonesia berbeda dengan dunia mental orang inggris karena diantaranya menggunakan bahasa yang berbeda pula.
Salah satu contoh Penggunaan bahasa pada masa kolonial yang tidak memberikan pelajaran adalah pada bahasa pertuanan. Mengapa ? karena konten dalam bahasa ini hanya memuat bahasa larangan atau perintah,misalnya : sang tuan berbicara kepada tukang kebun, “Hei, bersihkan ini”, “ambil itu”, “jangan banyak bicara”, “diam”, dll. Hal ini tidak menambah ilmu pada orang yang diajak bicara. Namun bila kita perhatikan hakikat penggunaan bahasa seperti itu masih ada dalam masyarakat. Umpama suatu ceramah agama, kita kadang-kadang melihat bahwa isi ceramah itu tak lebih dari perintah atau larangan saja. “lakukan ini”, “tinggalkan ini”, “jangan perbuat ini”, “ ini haram”, “ini halal”, dll. Pada umumnya kalimat-kalimat seperti itu tidak menambah ilmu orang, tidak mendorong orang untuk berpikir.
Memang jika si pendengar tidak berpengetahuan sedikitpun maka ceramah tersebut ada gunanya buat dia. Saya tidak anti pengajian dan tidak ingin menimbulkan bahwa dakwah tak berguna. Yang saya tekankan bahwa dakwah tidak selalu berisi perintah atau larangan. Tapi ajak untuk berpikir dan dorong untuk menggunakan akalnya.
Khotbah juga demikian, seharusnya yang disampaikan singkat dan tidak membosankan. Khotbah yang bertele-tele dapat menjadi obat tidur buat pendengarnya, sebenarnya dalam khotbah pendengar hanya menginginkan suatu perbuatan yang sesuai dengan anjuran kitab suci bukan hanya teori ataupun sekedar materi. Saya berpendapat bahwa situasi begini mayoritasnya akibat dari cara pengunaan bahasa yang tidak tepat dalam mengomunikasikannya. Cara ini hanya meredusir larangan dan suruhan belaka. Sehingga sofistikasi pemakaian bahasa tidak akan bertambah tinggi.
Hal yang juga tidak menambah sofistikasi penggunaan bahasa ialah semacam memberikan “logika” non kualitas. Maksudnya memberikan jawaban dan tidak menambah ilmu. Umpama Pak Andi ditemukan memegang pisau berlumuran darah sedang berdiri dekat mayat orang yang mati terbunuh. Dalam hal ini pembicara, spontan menuduh tanpa ada keraguan sedikit pun bahwa pak Andilah yang melakukannya. Penuduh kemungkinan lain menggunakan bahasa sedemikian rupa mempengaruhi pendengar. Dia tidak mencari kebenaran, yang penting pak andi dijatuhi hukuman, baik bersalah atau tidak.
Penggunaan bahasa secara gegabah dapat merugikan dan menurunkan tingkat peradaban serta kualitas kehidupan. Sofistikasi tinggi dalam penggunaan bahasa tercapai jika bahasa digunakan suatu kebenaran proposisi. Proposisi tersendiri berarti pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah. Bahasa juga dapat digunakan sebagai pisau tajam analisa, sebagai alat kelemahan keyakinan yang tidak di dukung dalil kuat, alat pembuktian kebenaran dan kesalahan, alat perendahan nilai atau selera yang jelek, serta sebagai alat pernyataan ketajaman perasaan dan pikiran.
Sekarang kita sering mendengar bahasa polusi atau pencemaran lingkungan. Dalam lingkungan itu sendiri sudah dimasukkan suatu unsur sosio-kultural, yang tentulah didalamnya meliputi suatu bahasa. Maksudnya jika kita membiarkan saja bahasa itu tercampur maka akan muncul suatu ketidakefektifan dalam bahasa tersebut.
Pencemaran bahasa akan terjadi bila dilakukan pencemaran pikiran dan sebaliknya pencemaran pikiran terjadi bila dibiarkan pencemaran bahasa. Pencemaran bahasa terjadi pada titik predikat atau proposisinya. Tetapi ini tidak terlalu sulit untuk mengatasinya. Umpama proposisi yang mengatakan A adalah keras maka untuk menguji predikat keras biasanya tidak terlalu sukar. Umpama yang lain bila suatu proposisi berbunyi : jika Qodir lebih tinggi dari pada Imam, maka pastilah Qodir itu lebih tinggi dari Imam. Yang kadang-kadang sukar diatasi apabila kesalahan itu terdapat pada subyeknya.
Termasuk juga penggunaan bahasa yang tidak jujur ialah digunakanya insinuasi (tuduhan tersembunyi atau tidak terang-terangan). Umpamanya dikatakan tentang seorang yang menjadi pemimpin suatu proyek pembangunan. Kebetulan tak lama sesudah itu dia mendirikan rumah dan membeli mobil. Lalu orang yang melakukan insinuasi menghubungakan dengan pekerjaanya sebagai ketua proyek tadi dengan pendirian rumah dan membeli mobil nya. Dia tidak berani menuduh secara langsung sebab tidak mempunyai bukti, tetapi dengan ucapanya itu dia bermaksud bahwa orang lain mengambil kesimpulan bahwasannya sang pimpinan proyek sudah melakukan tindakan korupsi. tindakan tersebut sudah jelas suatu tindakan yang tidak sesuai karena belum ada bukti yang jelas terhadapnya.
Logika yang tidak mempunyai pemikiran kefektifitasan juga dapat berbentuk menghubung-hubungkan satu hal kepada hal yang lain dengan tujuan hendak mencemarkan nama seseorang. Misalnya ada seseorang yang tidak mengikuti dalam sebuah upacara karena dia melakukan tugas lainnya yang mungkin menurut dia lebih penting dari sebuah upacara tadi, kemudian orang membuat kalimat bahwa dia itu anti islam, anti ini, anti itu,dan sebagainya.
Dalam sebuah pemikiran ini pastilah masyarakat berpandangan bahwa dia tidak melaksanakan tugasnya dengan baik karena sebagai warga negara yang baik pastilah mengikuti upacara terlebih dahulu baru mengemban tugas yang lainnya. Jadi dalam hal ini nama seseorang akan menjadi buruk di pandangan masyarakat. Pada umumnya orang masih merasa bahwa bahasa Indonesia masih mempunyai kekurangan, atau bahkan mungkin sebgaian orang menganggap bahwa bahasa Indonesia kita ini merupakan bahasa yang masih kacau. Dalam hal ini usaha pembakuan harus lebih diintensifkan atau ditingkatkan seperti istilah, keejaan, arti-kata, tata bahasa, dll. Karena bahasa Indonesia cenderung mempengaruhi kita dalam menyatakan sebuah pikiran, maksudnya buah pikiran kita itu dapat dibentuk oleh bahasa Indonesia yang kita gunakan.
Bila dilihat dari sudut ini, apabila kita sudah memperbaiki bahasa indonesia, maka kita juga sudah memperbaiki pemikiran kita meskipun dalam hal memperbaiki kita itu lambat maksudnya sedikit demi sedikit untuk melalui prosesnya. Jika evaluasi ini dilakukan secara terus-menerus akan mengahasilkan sebuah pemikiran yang teratur dan baik. Tetapi juga tidak mudah untuk memperbaiki bahasa. Karena sebab utama dalam ketidakaturan bahasa indonesia tersumber dari kerancauan cara berpikir kita. Jika menginginkan bahasa indonesia baik dan benar, maka kita harus menggunakan pikiran yang baik dan benar pula, salah satu caranya kita memakai logika dan wawasan berfikir misalnya dalam hal mengemukakan pendapat dalam forum organisasi yang bersifat umum, baik tertulis maupun lisan. Artinya kekuatan pikiran kita tidak lain terletak pada bahasa yang kita pakai.
Bahasa indonesia merupakan alat komunikasi yang cukup bagi bangsa indonesia. Sebenarnya kita tidak memerlukan bahasa asing untuk keperluan pendidikan, dan sebagainya. Bahkan untuk berhubungan dengan orang asing kita bisa menggunakan bahasa indonesia. Bahasa asing sebenarnya kita bisa hanya menggunakannya untuk keperluan teknologi. Perbaikan bahasa menurut pikiran saya tidak terlalu sulit untuk melakukannya. Tetapi yang lebih sulit justru menciptakan situasi dalam pemakaian bahasa yang bersifat umum seperti halnya membuat kalimat-kalimat untuk dianalisa. Umpama ada orang agama yang akan marah jika kalimat yang dipujanya dianalisa orang lain karena analisanya tidak benar dan salah.
Dalam memperbaiki bahasa kita juga harus memperhatikan kosa katanya, mengapa? Karena jika kita lebih sedikit mengetahui kosa kata, maka kita akan berkurang untuk memperbaiki bahasa kita. Jika kita membuat sebuah kalimat ataupun kalimat tersebut dijadikan sebagai paragraf kita juga harus memperbanyak pengetauan tentang kosa kata yang mungkin masih asing terdengar oleh telinga kita. Jika kita kaya akan kosa kata, maka kita akan mudah untuk membuat atau menyusun sebuah kalimat. Dari kosa kata ini kita juga harus memperhatikan keefektifitasan untuk menggunakannya.
Ketika kita hendak menginfokan sebuah informasi, kita juga harus memperhatikan bahasa kita. Karena jika kita menggunakan bahasa yang mungkin tidak baku dalam pengucapannya, maka orang lain tidak akan tahu atau memahami bagaimana dan seperti apa bahasa itu kita sampaikan sehingga kebanyakan orang lain itu tidak akan bisa menangkapnya. Dan pada akhirnya informasi tersebut akan bebeda dengan sumber aslinya. Dalam hal ini kita harus memilih penggunaan bahasa yang baik dan mudah dipahami oleh orang lain.
Dalam berucap terkadang kita juga memikirkan bagaimana bahasa yang pantas untuk dilontarkan, misalnya jika kita sedang berhadapan dengan seseorang yang penting, pastinya kita akan menggunakan bahasa yang resmi , dan kita harus menyusun bahasa dengan sebaik mungkin, Agar kita tidak akan dipandang rendah dalam menggunakan bahasa. Tetapi jika kita lihat dalam masa kini banyak sekali orang yang sedang berbicara dengan orang penting tapi dia menggunakan bahasa yang tidak resmi melainkan bahasa kebebasan. Dalam hal itu, kualitas kebahasaan akan menurun dan itu dipengaruhi oleh pikiran kita, karena kita berbicara tidak memikirkan dahulu mana bahasa yang baik diucapkan oleh kita kepada seseorang yang penting tadi. Jadi kita harus lebih meningkatkan dengan jernih pemikiran dan kebahasaan kita dengan baik sebelum berucap.
Karenanya bahasa dalam masyarakat selalu digunakan sesuai dengan situasi atau kondisi. Maksud dan tujuan sebuah pemakaian bahasa hanyalah untuk memperjelas bahwasannya banyak ragam dan variasi bahasa dalam pemakaiannya. Bahasa juga sebuah kebutuhan, kebutuhan untuk menyampaikan sebuah nuansa keindahan, kebutuhan untuk menyatakan sebuah keformalan atau keresmian seperti contoh yang sedikit saya paparkan sebelumnya, dll.
Kesimpulan :
Ada beberapa penggunaan bahasa yang tidak efektif pada saat kita mengucapkannya, maksudnya pada saat kita mengomunikasikan bahasa, bahasa yang sering kita gunakan adalah bahasa yang semacam tidak memberikan pelajaran atau manfaat, sehingga menurunkan kualitas bahasa kita. Berikut beberapa penggunaan bahasa yang tidak efektif yang sudah saya paparkan sebelumnya antara lain contohnya :
- Bahasa yang memuat tentang laranagan dan perintah dan hanya sebuah teori yang disampaikannya. Semisal, Khotbah, seharusnya yang disampaikan singkat dan tidak membosankan. Jika khotbah yang bertele-tele dapat menjadi obat tidur buat pendengarnya,sebenarnya dalam khotbah pendengar hanya menginginkan suatu perbuatan yang sesuai dengan anjuran kitab suci bukan hanya teori ataupun sekedar materi. Saya berpendapat bahwa situasi begini mayoritasnya akibat dari cara pengunaan bahasa yang tidak tepat dalam mengkomunikasikannya.
- Penggunaan bahasa yang secara gegabah, maksudnya bahasa adalah sebuah alat analisa dalam kebenaran proposi. Tetapi gegabah dalam hal ini ialah ketika ada orang yang sebenarnya tidak melakukan kesalahan tetapi orang lain mengira bahwa orang tersebut bersalah dan harus dihukum, karena terpengaruhnya penyampaian bahasa yang disampaikannya secara gegabah tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Apakah memang benar dia bersalah atau tidak.
- Dalam berucap kita juga harus memperhatikan bahasa kita, bukan hanya berucap tetapi juga memberikan informasi. Agar tidak akan ada terjadinya kesalahartian dalam menyampaikan sebuah informasi. Maka dari itu kita harus menggunakan bahasa yang baik dan juga pemikiran yang jernih. Karena dalam berbahasa juga mengkaitkan pemikiran kita. Bahasa dan pikiran merupakan sebuah kesinambungan diantara keduanya. Jika bahasa kita baik pemikiran akan jernih.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Khaidir,1995, Sosiso-Kultural Masalah Bahasa,Yogyakarta: Gajah Mada University.
Muslich Masnur, 2012, Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rahardi Kunjana, 2006, Dimensi-Dimensi Kebahasaan,Yogyakarta: Erlangga.
Sumarsono, 2014, Sosiolingustik, Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi Agama, Budaya dan Perdamaian).
M.Kuntarto Ninik, 2013, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir, Jakarta: Mitra Wacana Media.
HP. Ahmad & Abuddah Alek, 2013, Lingustik Umum, Jakarta: Erlangga.
By: Nurul Fadilah