Sejarah Perkembangan Madrasah
Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa setelahnya, yakni dengan kebangkitan Madrasah. Secara tradisional sejarawan pendidikan Islam, seperti Munir ud-Din Ahmed, george Makdis, Ahmad Syalabi, dan Michael Stanton menganggap, bahwa Madrasah pertama didirikan oleh Wazir Nizham al-Mulk pada tahun 1064, Madrasah ini kemudian dikenal sebagai Madrasah Nizham al-Mulk.
Tetapi penelitian terbaru, dilakukan Richard Bullet mengungkapkan eksistensi Madrasah lebih tua di kawasan Nishapu, Iran, pada sekitar tahun 400, dan pada tahun 1009 terdapat Madrasah di wilayah Persia, yang berkembang sebelum Madrasah Nizhamiyyah. Selanjutnya penelitian Richard mengemukakan, pada masa sultan Mahmud al-Ghaznawi yang berkuasa pada tahun 998-1030 juga terdapat Madrasah Sa’idiyah.
Menurut pendapat Stanton yang dikutip Azra menyebut bahwa madrasah sebagai “the institution of higher learning” – lembaga keilmuan (pendidikan) tinggi. Dalam tradisi pendidikan Islam, lembaga atau institusi pendidikan tinggi adalah al-Azhar di Kairo, Zaituna di Tunis, dan Qarawiyyin di Fez. Penulis sejarah pendidikan Islam Indonesia umumnya menginformasikan, bahwa tradisi pendidikan Islam di Indonesia, kemunculan dan perkembangan madrasah berkaitan dengan gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah, yang dipelopori oleh Jalamuddin al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia dipengaruhi cukup kuat oleh tradisi madrasah di Timur Tengah masa modern yang sudah mengajarkan ilmu -ilmu agama dan umum, karena sebelum abad ke-20, tradisi pendidikan Islam tidak mengenal istilah madrasah, kecuali pengajian al-Quran, masjid, pesantren, surau, langgar, atau musholla. Istilah madrasah baru menjadi fenomena pada awal abad ke-20 ketika beberapa wilayah, terutama di Jawa dan Sumatera berdiri madrasah.
Sepanjang sejarah Islam pada masa penjajahan, perkembangan Madrasah di Indonesia, kurang mendapat perhatian sejak pemerintahan Belanda, karena lembaga ini dicurigai, dikekang, dan pengajarannya harus seizin Gubernur Jenderal. Keberadaan Madrasah tidak diberikan pengakuan apapun, para ulama menjalankan politik non koperasi dan melawan penjajah.
Diantara para ulama yang berjasa dalam perkembangan madrasah di Indonesia, yaitu Syeikh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, K.H. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, K.H.Wahab Hasbullah bersama K.H. Mansyur (1914) di Surabaya, dan K.H. Hasyim Asy’ari (1919) mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebuireng Jombang.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kemajuan, pendidikan Islam mengelola berbagai unit pendidikan formal, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Perguruan Tinggi. Langkah-langkah strategis dalam rangka mengembangkan kebijaksanaan agar madrasah pada gilirannya menjadi sekolah umum, dapat diwujudkan setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional.
Kemudian dipertegas dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 tentang Sekolah Menengah Umum dalam pasal 1 ayat 6 disebutkan, bahwa Madrasah Aliyah adalah SMU yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan Departemen Agama.